Makna & Berkat-Berkat Shalat

 


Shalat Menuntun Manusia Kepada Tuhan

Setelah memahami makna daripada "Tidak ada yang patut disembah selain Allah," selanjutnya laksanakanlah shalat sepenuh hati karena mengenai ini selalu ditekankan kewajibannya oleh Al-Quran seperti pada ayat:

فَوَیۡلٌ لِّلۡمُصَلِّیۡنَ ۙ﴿۵﴾ الَّذِیۡنَ ہُمۡ عَنۡ صَلَاتِہِمۡ سَاہُوۡنَ ۙ﴿۶﴾

"Maka celakalah mereka yang bersembahyang, tetapi lalai dari sembahyang mereka." (QS. 107, Al-Maa'uun: 5-6).

Patut kiranya dimengerti bahwa yang namanya shalat itu adalah bentuk permohonan yang diajukan oleh seorang pengabdi kepada Tuhan pada saat ia merasakan kesedihan karena merasa terpisah dari WujudNya. Dengan hati yang mencair ia memohon dapat diizinkan bertemu dengan Tuhan-nya, karena tidak ada yang bisa disucikan kecuali Tuhan mensucikannya dan tidak ada yang dapat bertemu dengan Tuhan hingga Dia berkenan.

Manusia terbelenggu oleh berbagai kekang rantai dan jerat leher. Ia menginginkan kebebasan tetapi belenggu-belenggu tersebut tetap menjerat. Seberapa besarnya niat manusia menginginkan kesucian namun jiwanya yang sangat menyesali (nafs lawwamah) masih juga terkadang tergelincir. Hanya rahmat Tuhan saja yang bisa mensucikan manusia dari dosa. Tidak ada kekuasaan yang dapat mensucikan kalian berdasar daya kekuatan sendiri semata. Tuhan sudah memberikan jalan berupa shalat guna menumbuhkan perasaan-perasaan yang suci. Shalat merupakan doa yang diajukan kepada Allah Swt saat merasakan kegalauan dengan hati yang terbakar sedemikian rupa sehingga segala fikiran keji dan jahat bisa dienyahkan dan sebagai gantinya muncul hubungan suci dengan Allah Swt melalui pelaksanaan firman-firman Tuhan.

Arti kata shalat itu sendiri mengindikasikan bahwa doa hakiki tidak semata diutarakan oleh lidah saja, tetapi juga harus disertai rasa seperti kalbunya itu seolah-olah terbakar dan terpanggang dalam api. Allah Swt tidak akan menerima doa hamba-Nya kecuali yang bersangkutan pada saat berdoa itu seolah-olah mengalami kematian.

Sesungguhnya shalat merupakan doa dalam bentuknya yang paling luhur, tetapi manusia tidak menyadarinya. Di zaman ini banyak sekali umat Muslim yang melakukan pengulangan rumusan-rumusan kesalehan seperti halnya kaum Tarekat Nausyahi dan Naqsyabandi [Catatan Kaki 1] dan lain-lain. Sayang sekali tidak ada dari mereka yang menyadari bahwa ajaran mereka tidak sepenuhnya bersih dari segala bid'ah. Mereka ini tidak menyadari realitas shalat dan karenanya mengecilkan arti firman-firman Allah Swt Bagi seorang pencari tidak ada dari bid'ah-bid'ah tersebut yang bermanfaat dibandingkan dengan shalat sendiri. Cara yang diperlihatkan Hadhrat RasulullahSaw ialah ketika sedang menghadapi kesulitan maka beliau mengambil air wudhu, lalu menegakkan shalat dimana segala doa beliau panjatkan saat shalat tersebut. Pengalamanku sendiri mengatakan bahwa tidak ada yang membawa seseorang lebih dekat kepada Allah Swt kecuali melalui shalat.

Berbagai sikap yang dilakukan saat shalat menggambarkan rasa hormat, rendah hati dan kelembutan. Dalam Qiyyam (sikap berdiri tegak) si pelaku shalat berdiri sopan dengan kedua tangan terlipat di dada layaknya seorang hamba yang berdiri takzim di hadapan tuan atau rajanya. Dalam sikap Ruku' (membungkukkan tubuh) si pelaku shalat membungkukkan dirinya dengan segala kerendahan hati. Puncak dari kerendahan hati itu dicapai saat Sujud yang menggambarkan puncak rasa ketidak-berdayaan si penyembah.[1]

---

Lakukanlah shalat secara teratur. Ada orang-orang yang merasa cukup dengan melakukan shalat hanya sekali dalam sehari. Mestinya mereka menyadari bahwa tidak ada manusia yang dikecualikan dari ketentuan tersebut, tidak juga para Nabi. Ada diutarakan dalam sebuah Hadits bahwa sekelompok orang yang baru saja baiat ke dalam Islam, memohon kepada Hadhrat RasulullahSaw agar mereka dibebaskan dari kewajiban melakukan shalat. Beliau berujar: "Agama yang tidak menentukan suatu kewajiban, bukanlah suatu agama sama sekali." [2]

---

Sekali lagi aku tekankan kepada kalian bahwa jika kalian ingin mencipta hubungan hakiki dengan Allah Swt, kerjakanlah shalat sedemikian rupa sehingga tubuh kalian, lidah kalian, ruhani kalian dan perasaan kalian semuanya menjadi perwujudan shalat.[3] [4]

Shalat Memperkuat Fitrat Keruhanian

Ingatan kepada Tuhan yang dilandasi dengan rasa kasih yang juga disebut shalat, sesungguhnya telah menjadi makanan ruhani bagi mereka dimana mereka tidak akan bisa hidup tanpanya. Mereka menjaganya secara ketat seperti seorang petualang yang berada di tengah gurun menjaga persediaan makanan dan minuman mereka. Sang Maha Pemurah telah menentukan kondisi ini sebagai tahapan terakhir dari kemajuan ruhani seorang manusia.

Ingatan kepada Allah Swt yang dilambari (didasari) dengan rasa kasih yang secara amal disebut sebagai shalat, sesungguhnya bagi seorang pengabdi telah menjadi substitusi dari makanan. Ia berulangkali berusaha mengurbankan raga jasmaninya guna memperoleh makanan ruhani ini dan tidak bisa hidup tanpanya seperti ikan tak mungkin hidup tanpa air. Ia menganggap keterasingan dari Tuhan-nya meski hanya sekejap sebagai maut itu sendiri. Jiwanya selalu bersujud di pintu gerbang Tuhan dan ia memperoleh kegembiraan dalam Tuhan-nya. Ia merasa yakin bahwa jika ia terpisah dari dzikir Ilahi meski hanya sekejap maka ia akan mati.

Sebagaimana makanan menimbulkan kesegaran di dalam tubuh dan memperkuat indera jasmani seperti daya penglihatan dan pendengaran, begitu pula dengan dzikir Ilahi yang dilandasi dengan kasih dan pengabdian akan memperkuat fitrat keruhanian manusia. Dengan kata lain, matanya akan mampu melihat kasyaf yang halus secara jelas, telinganya akan mendengar firman AllahSwt dan lidahnya menjadi fasih memberikan ekspresi pada setiap kata-kata secara jernih dan memikat hati. Ia akan sering melihat ru'ya (mimpi) hakiki yang kemudian dipenuhi sebagaimana halnya fajar yang merekah. Karena hubungannya yang demikian dekat kepada AllahSwt maka ia akan memperoleh banyak ru'ya hakiki yang menyampaikan kabar suka kepadanya. Inilah tahapan dimana seorang mukminin merasa bahwa kasih Allah cukup baginya sebagai sumber makanan yang menghidupi. Kelahiran baru ini mewujud setelah kerangka keruhanian dalam dirinya telah siap, dimana ruh yang menyala karena kasih Allah akan turun ke kalbu seorang mukminin dan kemudian mengangkatnya dengan tenaga penuh di atas derajat kemanusiaan biasa.

Tahapan inilah yang secara keruhanian disebut sebagai makhluk ciptaan baru. Pada tahapan demikian maka AllahSwt akan menyebabkan nyala dahsyat dari kasih-Nya yang disebut sebagai ruh, untuk turun ke kalbu seorang mukminin yang menghapus segala kegelapan, kekotoran dan kelemahan dirinya. Dengan hembusan nafas ruh tersebut maka kecantikan si mukminin yang tadinya amat rendah, lalu merona mencapai klimaksnya dan ia memperoleh keagungan ruhani dimana segala kecupatan pandangan akan lenyap sama sekali dan si mukminin merasa ada ruh baru memasuki dirinya yang tadinya tidak pernah ada. Ia kemudian memperoleh rasa ketenangan dan kepuasan hakiki melalui ruh tersebut. Rasa kasihnya akan membeludak seperti air mancur dan mengairi pohon pengabdiannya. Api yang tadinya panas suam-suam, pada tahapan ini akan membara yang membakar segala jerami dan serpihan ego dirinya serta membawanya di bawah kendali total Ilahi yang mencakup keseluruhan anggota tubuhnya. Kemudian sebagaimana layaknya sepotong besi yang dipanaskan di api yang ganas akan merona merah seperti api itu sendiri, seorang mukminin akan memanifestasikan tanda-tanda dan tindakan Ilahi sebagaimana juga besi yang menyala marong memanifestasikan efek dan fitrat dari api itu sendiri.

Tidak berarti bahwa sang mukminin tersebut lalu menjadi Tuhan. Adalah karakteristik kasih Ilahi yang telah mengaruniakan warna-Nya atas segala sesuatu yang nyata, sedangkan sifat batiniah dan kelemahan dirinya tetap ada. Pada tahapan ini maka Tuhan menjadi "makanan" bagi si mukminin yang akan memelihara kelangsungan hidupnya, dan Tuhan menjadi air yang jika diminum akan menyelamatkannya dari kematian serta menjadi angin sejuk semilir yang menenteramkan hati sang mukminin. Pada tahapan demikian tidaklah salah jika dikatakan secara kiasan bahwa Tuhan telah masuk ke dalam diri si mukminin yang meresapi seluruh wujud dirinya dan menjadikan kalbunya sebagai tahta Wujud-Nya. Ia selanjutnya akan melihat tidak lagi dengan mata ruhani dirinya tetapi melalui ruh Ilahi, mendengar melalui ruh tersebut, berbicara dengannya, berjalan bersamanya dan mengalahkan para musuhnya melalui bantuannya. Pada tahap demikian ia menjadi lenyap dan ruh Ilahi mengaruniakan kepadanya hidup baru melalui penjelmaan kasih-Nya terhadap dirinya. Ia kemudian menjadi gambaran dari ayat:

... ثُمَّ اَنۡشَاۡنٰہُ خَلۡقًا اٰخَرَ ؕ فَتَبٰرَکَ اللّٰہُ اَحۡسَنُ الۡخٰلِقِیۡنَ ﴿ؕ۱۵﴾

"...Kemudian Kami tumbuhkan dia menjadi mahluk lain. Maka Maha Berberkat Allah , sebaik-baik Pencipta." (QS. 23, Al-Muminun: 15) [5] [6]

Shalat Sebagai Perlindungan Terhadap Dosa

Shalat merupakan instrumen untuk keselamatan daripada dosa. Adalah mutu dari shalat itu yang menjadikan seseorang terlindung terhadap dosa dan kejahatan. Karena itulah carilah bentuk shalat yang demikian dan jadikanlah shalat kalian seperti itu. Shalat merupakan jiwa dari segala keberkatan. Rahmat AllahSwt diterima melalui shalat. Jadi, laksanakanlah shalat itu secara disiplin agar kalian bisa menjadi pewaris dari rahmat-rahmat Ilahi.[7] [8]

Makna Sikap Dalam Shalat

Apakah shalat itu? Shalat adalah perwujudan dari kerendahan hati dan kelemahan seseorang kepada Tuhan dan mencari pemenuhan kebutuhan dirinya dari AllahSwt. Pada saat shalat, si pelaku berdiri tegak di hadapan Tuhan-nya dengan lengan yang terlipat sebagai gambaran kesadaran yang bersangkutan terhadap keagungan AllahSwt dan hasratnya untuk melaksanakan segala firman-Nya. Di saat lainnya ia bersujud sebagai gambaran kerendahan hati dan rasa pengabdian yang sempurna serta memohonkan pemenuhan dari kebutuhannya. Terkadang layaknya seorang pengemis, yang bersangkutan memuji-muji Wujud Yang kepadaNya ia memohon dengan cara melantunkan Keagungan dan KeakbaranNya dengan harapan dapat menggugah turun rahmat-Nya.

Agama yang tidak memiliki sesuatu yang mirip dengan shalat, sesungguhnya adalah kosong semata. Shalat mengandung arti kecintaan dan ketakutan kepada Tuhan serta kesibukan hati manusia dalam mengingat Wujud-Nya. Itulah yang dimaksud dengan agama. Mereka yang mengelak melakukan shalat sebenarnya tidak lebih baik dari hewan. Makan, minum dan tidur untuk menghabiskan waktu sebagaimana halnya hewan bukanlah suatu yang bisa disebut sebagai agama. Hal demikian itu adalah kelakuan orang-orang kafir. Bagi mereka yang ingin bertemu dengan Tuhan dan berhasrat mencapai-Nya maka shalat merupakan sarana dengan apa ia bisa mencapai sasarannya dengan cepat. Mereka yang meninggalkan shalat, bagaimana mungkin akan sampai di tujuan yang dimaksud?

Saat umat Muslim mulai meninggalkan shalat atau tidak lagi melaksanakannya dengan ketenangan, ketentraman dan kecintaan hati, karena tidak lagi memahami makna hakikinya, maka sejak itu Islam mulai menurun. Ketika shalat masih dilaksanakan secara patut maka saat itu adalah masa kejayaan Islam dimana agama ini telah mendominasi seluruh dunia. Kemudian umat Muslim tidak lagi melaksanakan shalat secara patut, maka mereka mulai ditinggalkan Tuhan. Adalah shalat yang dilaksanakan dengan sepenuh hati yang akan bisa mengangkat seseorang dari segala kesulitan. Adalah pengalaman diriku berulang-kali bahwa Tuhan telah menyelesaikan segala kesulitanku saat shalat di dalam mana doa-doa aku ajukan belum lagi selesai.

Apa yang sebenarnya terjadi di dalam suatu shalat? Sang manusia mengangkat kedua tangannya dalam rangka memohon, sedangkan Yang Maha Kuasa mendengarkannya dengan baik. Kemudian tiba saatnya Dia yang biasanya mendengarkan lalu berbicara dan menanggapi si pemohon. Situasi demikian itulah yang terjadi di dalam shalat. Si penyembah menyungkurkan dirinya di hadapan Allah Yang Maha Kuasa sambil mengemukakan segala masalah dan kesulitannya serta mengemukakan segala kebutuhannya kepada Wujud-Nya. Hasil dari shalat hakiki adalah segera tiba waktunya bagi Allah Yang Maha Agung untuk menanggapi si pemohon dan menenangkan hati yang bersangkutan dengan firmanfirman-Nya. Apakah mungkin bisa memperoleh pengalaman demikian tanpa melaksanakan shalat secara patuh? [9] [10]

Shalat, Doa Dan Kepastian Keimanan

Jangan melakukan shalat hanya sebagai bentuk pelaksanaan suatu upacara belaka. Lakukanlah shalat dengan hati seperti terbakar dan mencair serta berdoalah terus menerus di dalam shalat. Shalat menjadi kunci bagi penyelesaian segala kesulitan. Disamping doa-doa dan pengagungan yang diwajibkan dalam shalat, ajukan juga doa-doa dalam bahasa kalian sendiri agar dengan demikian maka hati kalian bisa luluh. Teruslah dalam upaya ini sampai kalian tiba pada suatu kondisi dimana kondisi itu menjadi sarana guna mencapai tujuan-tujuan hakiki.

Semua sikap jasmani yang diperagakan dalam shalat harus mencerminkan keadaan hati juga. Ketika si pelaku shalat berdiri tegak, hatinya juga harus berdiri tegak di hadirat Ilahi sebagai tanda kepatuhan. Ketika ia melakukan ruku maka hatinya juga membungkuk dan saat bersujud maka hatinya juga bersujud dengan pengertian bahwa hatinya tidak pernah melepaskan Tuhan-nya walau sekejap pun. Dengan tercapainya kondisi seperti itu maka ia akan mulai terbebas dari dosa.[11] [12]

Shalat Adalah Sarana untuk Mencapai Allah Ta'ala

Sebenarnya, ini merupakan suatu kaidah/ketentuan. Yakni, jika manusia ingin mencapai tujuan tertentu, maka untuk itu ia harus berjalan. Seberapa jauh tujuan itu, semakin besar pula upaya dan kerja-keras serta waktu yang diperlukannya untuk berjalan. Jadi, mencapai Allah Ta'ala juga merupakan sebuah tujuan. Dan tujuan ini sangat panjang serta jauh. Jadi, seseorang yang ingin berjumpa dengan Allah Ta'ala, dan memiliki kemauan untuk mencapai singgasana-Nya, maka baginya shalat ini merupakan sebuah kereta yang dengan menumpanginya ia dapat mencapai tujuan dengan cepat. Sedangkan orang yang meninggalkan shalat, bagaimana mungkin ia akan mencapai tujuan itu.

Sebenarnya, semenjak umat Islam telah meninggalkan shalat, atau lalai dari hakikat shalat itu dan tidak lagi melakukan shalat dengan kalbu yang tenteram serta penuh kecintaan, maka sejak itulah kondisi Islam merosot bagaikan orang yang jatuh sakit. Perhatikanlah dengan seksama era ketika shalat dilakukan dengan sepenuh hati. Yakni, bagaimana hal itu baik bagi Islam. Suatu kali Islam telah menaklukan semua pihak. Semenjak shalat ditinggalkan, maka Islam itu sendiri telah ditinggalkan.

Shalat yang dilakukan dengan keperihan hati itulah yang mengeluarkan manusia dari segenap kesulitan. Saya berkali-kali telah mengalami, yakni seringkali ketika saya memanjatkan doa sewaktu menghadapi kesulitan tertentu, maka masih dalam keadaan shalat itu juga Allah Ta'ala telah memecahkan dan memudahkan perkara itu.

Apa yang ada di dalam shalat itu? Yang ada ialah, mengajukan permohonan. Seseorang mengajukan permohonan, dan seorang lagi benar-benar mendengar maksud orang itu. Kemudian ada juga suatu masa ketika orang yang mendengar itu berkata-kata dan menjawab orang yang memohon tersebut. Demikian pulalah halnya shalat. Kepala bersujud di hadapan Allah Ta'ala, dan kesusahan serta keinginan disampaikan kepada Allah Ta'ala. Kemudian akhirnya dampak dari shalat yang benar dan sejati itu adalah, akan segera tiba suatu masa dimana Allah Ta'ala berkata-kata untuk memberi jawaban. Dan dengan memberi jawaban itu Dia memberikan kepuasan.

Nah, apakah hal itu dapat diraih tanpa shalat yang hakiki? Sama-sekali tidak. Lalu, orang-orang yang memiliki Tuhan yang tidak seperti itu, malanglah nasib mereka. Apa artinya agama mereka itu, dan apa artinya iman mereka? Dengan harapan bagaimana mereka menghabis-habiskan waktu mereka? [13] [14]

Shalat dan Doa

Kepada orang-orang yang baru bai’at, Hadhrat Masih Mau’uda.s. menasihatkan:

Jangan kalian beranggapan bahwa kalian telah memenuhi hak yang terkandung dalam perintah shalat, dan kalian telah memenuhi hak yang terkandung dalam perintah berdoa. Sama sekali jangan. Memenuhi hak yang terkandung dalam perintah shalat, bukanlah suatu perkara kecil. Itu berarti memberlakukan suatu maut atas diri sendiri.

Shalat adalah, apabila manusia melaksanakannya, maka ia akan merasakan bahwa ia telah berpindah mencapai alam lain dari alam dunia ini. Banyak sekali orang yang menuduh Allah Ta'ala dan menganggap diri mereka sendiri tidak bersalah. Mereka mengatakan: “Kami telah mengerjakan shalat, dan telah memanjatkan doa. Namun, tidak dikabulkan.” Itu justru kesalahan mereka sendiri. Shalat dan doa, selama manusia belum benar-benar kosong dari kelalaian dan kemalasan, maka selama itu pula belum patut dikabulkan.

Jika seorang manusia memakan sebuah makanan yang secara zahir manis tetapi di dalamnya telah dicampuri racun, maka karena manis itu hal tersebut tidak akan ketahuan. Namun, sebelum rasa manis itu menampakkan dampaknya, racun terlebih dahulu telah bereaksi dan langsung membunuh. Itulah sebabnya doadoa yang dipenuhi oleh kelalaian tidak akan dikabulkan. Sebab, kelalaian itu terlebih dahulu memberikan dampaknya.

Hal ini sama sekali tidak mungkin, yakni manusia benar-benar taat kepada Allah Ta'ala lalu doanya tidak dikabulkan. Ya, sangat penting agar syarat-syarat yang telah ditetapkan untuk dipenuhi terlebih dahulu. Misalnya, jika seorang manusia ingin melihat benda yang jauh melalui teropong, maka selama ia belum meletakkan teropong itu pada posisi yang tepat, ia tidak akan dapat mengambil manfaat dari teropong tersebut. Demikian pulalah halnya shalat dan doa.

Begitu juga syarat-syarat yang terdapat dalam setiap pekerjaan. Ketika syarat-syarat itu sepenuhnya dilakukan, maka barulah akan ada manfaatnya. Jika seseorang merasa, dan di dekatnya terdapat banyak sekali air, tetapi ia tidak meminumnya, maka ia tidak akan dapat mengambil manfaat dari air itu. Atau, jika ia hanya meminum satu atau dua tetes saja dari air itu, maka apalah gunanya? Dengan meminum sesuai takaran yang tepat, barulah akan berguna.

Ringkasnya, bagi setiap pekerjaan, Allah Ta'ala telah menetapkan suatu batasan. Ketika manusia telah mencapai batas itu, maka akan beberkat. Sedangkan pekerjaan yang belum mencapai batas itu, tidak akan disebut baik, dan tidak pula di dalamnya terdapat berkat.

Hendaknya kerendahan hati diterapkan. Belajar rendah hati tidaklah sulit. Apalah sulitnya mempelajari hal itu. Manusia sendiri rendah/lemah, dan telah diciptakan untuk merendah.

وَمَا خَلَقۡتُ الۡجِنَّ وَالۡاِنۡسَ اِلَّا لِیَعۡبُدُوۡنِ ﴿۵۷﴾

"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar menyembah-Ku" (QS. Adz-Dzariyat, 51:57)

Takabur dan sebagainya adalah hal yang palsu. Jika manusia menanggalkan kepalsuan itu, maka yang tampak dalam fitratnya hanyalah kerendahan hati. Jika kalian menghendaki supaya hidup dengan baik, dan supaya rumah-rumah kalian aman, maka sangat tepat apabila kalian banyak-banyak berdoa, dan memenuhi rumahrumah kalian dengan doa. Di suatu rumah yang senantiasa terdapat doa, Allah Ta'ala tidak akan menghancurkannya. Namun, orang yang menjalani hidup dengan malas, akhirnya malaikat akan membangunkan mereka.

Jika kalian setiap saat mengingat Allah Ta'ala, maka yakinilah bahwa janji Allah Ta'ala sangat benar. Dia sama-sekali tidak akan bersikap seperti yang dilakukan orang fasik dan jahat. Allah Ta'ala tidak perlu memberi azab kepada kalian, dengan syarat: “Kalian beriman dan bersyukur. Manusia memperoleh azab, selalunya adalah karena dosa, Allah Ta'ala berfirman:

... اِنَّ اللّٰہَ لَا یُغَیِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتّٰی یُغَیِّرُوۡا مَا بِاَنۡفُسِہِمۡ ...

“...Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum selama mereka belum merubah keadaan diri mereka sendiri...” (QS. Ar-Ra’d, 13:12).

Selama manusia belum membersihkan dirinya sendiri, maka selama itu pula Allah Ta'ala tidak akan menjauhkan azab darinya.

Dunia ini tidak terjadi dengan sendirinya. Baginya terdapat satu Pencipta. Dan apa pun yang sedang berlangsung, semua itu berlangsung berdasarkan keridhaan (kehendak)-Nya. Tanpa keridhaan-Nya, sebutir zarah pun tidak akan dapat bergerak. Orang yang senantiasa takut terhadap Allah Ta'ala, ia sendiri akan merasakan bahwa di dalam dirinya telah tercipta sebuah furqan/pembeda. Namun, syaratnya adalah ia harus bukan manusia yang bersifat setan. Penderitaanpenderitaan, para nabi pun turut mengalaminya. Namun, mereka tidak seperti orang-orang biasa. Melainkan, penderitaan itu menjadi penyebab timbulnya berkat bagi diri mereka.

Shalat orang yang suka menipu, tidak akan dikabulkan. Shalat itu akan dilibaskan kembali kepada diri mereka. Sebab, sebenarnya ia bukan mengerjakan shalat, tetapi ia ingin memberi suap kepada Allah Ta'ala. Namun, Allah Ta'ala membenci hal itu. Sebab, Dia sendiri tidak suka terhadap suap.

Shalat bukanlah sesuatu yang sembarangan, melainkan shalat adalah sesuatu yang di dalamnya dipanjatkan doa-doa seperti:

اِہۡدِنَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ﴿۶﴾

“Tunjukilah kami jalan yang lurus” (QS. Al-Fatihah, 1:6).

Di dalam doa itu telah diberitahukan bahwa orangorang yang melakukan pekerjaan-pekerjaan buruk, maka kemurkaan Allah Ta'ala menimpa mereka di dunia ini.

Ringkasnya, Allah Ta'ala itu hendaknya dibuat senang. Suatu pekerjaan yang berlangsung, hal itu berlangsung berdasarkan iradah-Nya. Demikianlah, wabah Pes juga datang atas perintah-Nya. Wabah ini tidak akan pergi dari dunia selama belum menimbulkan suatu perubahan besar. Orang yang tidak takut terhadap hal itu, adalah sangat bejad. Untuk mencabut hal itu hanya ada satu jalan, yakni sucikanlah diri sendiri. Sebab, jika kalian suci lalu mati, maka kalian akan masuk ke dalam surga. Semua orang tentu akan mati juga. Orang mukmin juga akan mati, dan orang kafir juga. Namun, Allah Ta'ala membedakan antara kematian orang mukmin dengan kematian orang kafir.

Lihat, jangan kalian anggap (shalat) ini sebagai celotehan mantra-mantra saja. Dan jangan kalian beranggapan bahwa dengan cara begitu saja kalian akan dapat mengambil manfaat. Sama halnya seperti seorang yang kelaparan, satu tumpukan roti tidak akan dapat memberi manfaat kepadanya selama ia sendiri belum memakannya. Demikian pula, selama kalian belum menghindarkan diri kalian dari dosa, sesuai ikrar pada hari ini, maka tidak akan ada berkatnya. Ingat, saya menjadi saksi bahwa saya telah memberi penjelasan ini kepada kalian.

Sekarang, hendaknya kalian memanjatkan doa kepada Allah Ta'ala untuk menghindarkan diri dari keburukankeburukan, sehingga kalian tetap selamat. Seseorang yang banyak berdoa, maka dari Langit akan diturunkan karunia baginya, supaya ia terhindar dari dosa. Dan buah doa itu adalah, ia akan menemukan ada saja jalan untuk menghindar dari dosa. Sebagaimana Allah Ta'ala berfirman:

... یَجۡعَلۡ لَّہٗ مَخۡرَجًا ۙ﴿۳﴾

“...akan memberi jalan keluar baginya” (QS. Ath-Thalaq, 65:3).

Yakni, hal-hal yang menariknya secara paksa ke arah dosa, maka Allah Ta'ala akan menganugerahkan karunia kepadanya untuk menghindar dari hal-hal itu.

Kalian hendaknya banyak-banyak membaca Al-Quran. Dan hendaknya mintalah karunia kepada Allah Ta'ala untuk banyak membacanya. Sebab, tanpa kerja-keras, tidak ada yang akan diperoleh manusia. Lihatlah petani. Ketika petani membajak sawah, dan melakukan berbagai macam kerja-keras, maka barulah dia memperoleh hasil. Namun, untuk kerja-keras itu syarat yang diperlukan adalah tanah yang baik. Demikian pula, kalbu manusia hendaknya baik. Dan sarana-sarana juga hendaknya yang baik. Segala-sesuatu pun dapat dilakukan. Barulah akan memperoleh manfaat.

وَاَنۡ لَّیۡسَ لِلۡاِنۡسَانِ اِلَّا مَا سَعٰی ﴿ۙ۴۰﴾

“Dan tiadalah bagi manusia melainkan apa yang telah diusahakannya” (An-Najm, 53:40).

Hubungan kalbu dengan Allah Ta'ala hendaknya dijalin dengan erat. Jika hal ini terwujud, maka kalbu dengan sendirinya senantiasa akan tetap takut terhadap Allah Ta'ala. Dan apabila kalbu senantiasa takut, maka Allah Ta'ala dengan sendiri-Nya akan merasa kasihan terhadap hamba-Nya. Dan kemudian Dia akan menyelamatkan hamba itu dari segenap bala-bencana.

Hindarilah dosa. Dirikanlah shalat. Dahulukanlah agama daripada dunia. Hamba sejati Allah Ta'ala adalah ia yang mendahulukan agama daripada dunia.[15] [16]

Berkat-berkat Shalat

Tidak diragukan lagi bahwa di dalam shalat terdapat berkat-berkat. Namun, berkat-berkat ini tidak diraih oleh setiap orang. Yang mengerjakan shalat pun adalah orang yang dibuat mampu mangerjakan shalat oleh Allah Ta'ala. Jika tidak, yang biasa dilakukan itu bukanlah shalat, melainkan hanya kulit buah yang ada di tangan orang yang melakukan sperti itu. Shalat seperti itu sama-sekali tidak ada hubungannya dengan isi buah.

Demikian pula, orang yang membaca Kalimah (Syahadat) adalah orang yang dibuat mampu membaca Kalimah (Syahadat) oleh Allah Ta'ala. Selama belum memperoleh tegukan air dari mata air Samawi dalam hal shalat dan membaca Kalimah (Syahadat), maka apalah gunanya?

Shalat yang di dalamnya terdapat kenikmatan dan kelezatan, serta terjalin hubungan sejati dengan Pencipta lalu merupakan contoh dari suatu penghambaan dan kekhusu’an, maka bersama shalat itu timbul suatu perubahan yang langsung dapat dirasakan oleh orang yang mengerjakan shalat seperti itu. Yakni, bahwa ia itu sudah bukan lagi seperti dirinya beberapa tahun lalu.

Tatkala perubahan ini timbul, maka pada saat itu ia dinamakan Abdaal. Abdaal yang tertera di dalam Haditshadits, artinya juga adalah demikian, yakni tatkala hubungan dengan Allah Ta'ala terbentuk dengan inqithaa’ (memutuskan perhubungan dengan duniawi) dan tabattal (meninggalkan segala kepentingan duniawi) secara kamil, lalu menimbulkan suatu perubahan pada kondisinya. Sebagimana ketika kiamat akan terjadi perubahan-perubahan pada para ahli surga, yakni mereka akan menyerupai bulan atau matahari, maka demikian pula adalah penting keberadaan hal itu dalam diri mereka di dunia ini juga. Supaya, menjadi saksi akan perubahan-perubahan itu nanti. Oleh karenanya difirmankan:

وَلِمَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّہٖ جَنَّتٰنِ ﴿ۚ۴۷﴾

“Dan bagi yang takut akan saat menghadap Tuhannya, tersedia dua surga” (QS. Ar-Rahman, 55:47) Dikarenakan di dunia ini juga terdapat sebuah surga yang diberikan kepada orang mukmin, sesuai dengan itu disini pun terjadi suatu perubahan. Kepadanya diberikan sebuah wibawa khusus, yang diperoleh melalui cahaya manifestasi-manifestasi Ilahi. Ia dihalangi dari dorongan-dorongan Nafs Amaarah. Dan ia memperoleh ketenteraman serta kenyamanan Nafs Muthmainnah. Doa-doanya dikabulkan. Sampai-sampai, sebagaimana bagi Ibrahima.s. telah dikatakan:

... یٰنَارُ کُوۡنِیۡ بَرۡدًا وَّسَلٰمًا عَلٰۤی اِبۡرٰہِیۡمَ ﴿ۙ۷۰﴾

“...Hai api, jadilah engkau dingin dan keselamatan atas Ibrahim” (QS. Al-Anbiya, 21:70). Demikian pula kepada orang itu dikatakan:

یٰنَارُ کُوۡنِیۡ بَرۡدًا وَّسَلٰمًا

“Hai api, jadilah engkau dingin dan keselamatan"

Dengan adanya suara ini, maka seluruh gejolak nafsu yang ada di dalam dirinya menjadi dingin. Dan ia akan menemukan ketenteraman serta kenyamanan di dalam Allah Ta'ala. Dan di dalam dirinya tercipta suatu perubahan. Selama perubahan ini belum terjadi, maka selama itu pula shalat, zakat, dan rukun-rukun lainnya hanyalah sebagai tradisi dan pamer belaka. Di dalamnya tidak terdapat ruh dan kekuatan. Dan orang yang (sudah memperoleh perubahan) seperti itu, ia keluar dari kondisi bahaya lalu masuk ke dalam kondisi yang aman.

Ingatlah, ketika wujud manusia menjadi lenyap/fanā di dalam kecintaan terhadap Allah Ta'ala, maka saat itu ia akan mengetahui bahwa Allah Ta'ala mempunyai kecintaan yang hakiki.[17] [18]

Shalat dan Istighfar Merupakan Obat Bagi Kalbu Yang Lalai

Sekembali dari jalan-jalan, seorang Hafiz (yang hafal Al-Quran) menyalami Hadhrat Masih Mau’uda.s.. Dan Hafiz itu mengatakan: “Saya buta. Mohon berhenti sebentar dan dengarkan yang saya sampaikan.”

Hadhrat Masih Mau’uda.s. pun berhenti. Hafiz itu mengatakan: “Saya sangat mencintai Tuan, dan saya ingin agar kelalaian lenyap dari diri ini.”

Hadhrat Masih Mau’uda.s. bersabda:

“Shalat dan istighfar merupakan obat yang mujarab untuk melenyapkan kelalaian."

Di dalam shalat hendaknya berdoa: “Ya Allah, berikanlah jarak yang jauh antara diriku dengan dosadosaku.”

“Jika manusia terus-menerus berdoa dengan hati yang benar, maka merupakan suatu hal yang pasti bahwa pada waktu tertentu akan dikabulkan. Bersikap terburu nafsu tidaklah baik.”

“Seorang petani yang menyemai benih di ladang, tidak saat itu juga dia memetik panen. Orang yang tidak sabar, selalu luput. Ciri-ciri insan yang saleh adalah, ia tidak melakukan sikap yang tidak sabar. Sudah banyak terbukti bahwa orang-orang yang tidak sabar, menjadi sangat luput (dari apa yang dikehendakinya).”

“Jika seseorang menggali sebuah sumur, dan menggali sampai kedalaman tertentu, dan tinggal sejengkal lagi dari sumber air, maka jika ia bersikap tidak sabar dan meninggalkan penggalian itu, tentu seluruh kerja-kerasnya hilang sia-sia. Dan jika ia dengan sabar menggali satu jengkal lagi, maka apa yang ia cari tentu ia temukan.”

“Ini merupakan kebiasaan Allah Ta'ala, yakni Dia selalu memberikan anugerah kenikmatan, kelezatan dan makrifat setelah adanya kedukaan. Jika setiap anugerah diraih dengan mudah, maka biasanya anugerah itu tidak akan dihargai.” [19] [20]


Pengabdian Manusia Dan Pemeliharaan Tuhan

Kitab Suci Al-Quran mengutarakan ada dua macam kebun atau taman. Satu di antaranya adalah kebun yang dikaruniakan dalam kehidupan ini juga dan itulah yang disebut sebagai kenikmatan shalat.

Shalat bukanlah suatu beban yang memberatkan tetapi merupakan hubungan tetap di antara kondisi pengabdian manusia dan pemeliharaan Tuhan. AllahSwt sudah menetapkan shalat sebagai sarana untuk membentuk hubungan demikian dan mengisinya dengan kenikmatan yang menjadikan terpeliharanya hubungan tersebut. Sebagai contoh, jika sepasang manusia yang terikat hubungan pernikahan kemudian tidak mendapati kenikmatan dalam hubungan mereka, maka besar kemungkinan hubungan itu tidak akan berumur lama. Begitu juga jika tidak ada kenikmatan dalam shalat maka hubungan di antara hamba dengan Tuhan-nya akan menjadi terganggu.

Berdoalah di balik pintu yang tertutup agar hubungan tersebut tetap terpelihara dan menjadi sumber kenikmatan. Hubungan antara pengabdian manusia dengan pemeliharaan Tuhan bersifat sangat dalam dan penuh nur yang hakikatnya tidak bisa diuraikan dalam kata-kata. Sampai kenikmatan seperti itu bisa dialami maka manusia tetap saja berada dalam keadaan yang mendekati hewaniah. Meski kenikmatan seperti itu mungkin hanya pernah dialami dua atau tiga kali, namun masih lebih baik dari mereka yang buta dan tidak pernah mengalaminya sama sekali seperti kata ayat:

"Barangsiapa buta di dunia ini, maka di akhirat pun ia akan buta juga." (QS. 17, Bani Israil: 73).[1] [2]

  1.  Malfuzat, vol. VI, hal. 371
  2.  Inti Ajaran Islam, Bagian 2, hlm 292

Shalat Wajib atas Setiap Muslim

“Shalat adalah wajib atas setiap Muslim. Di dalam Hadits tertera bahwa ada sebuah kaum yang masuk Islam di tangan Rasulullahs.a.w.. Dan mereka menyatakan: “Ya Rasulullah, berikanlah keringanan kepada kami untuk tidak mengerjakan shalat. Sebab, kami adalah orang-orang yang berniaga. Karena binatang ternak dan sebagainya, maka pakaian kami tidak dapat dipercaya apakah masih suci atau tidak. Dan tidak pula kami mempunyai waktu luang untuk itu.”

Sebagai jawabannya Rasulullahs.a.w. bersabda: “Jika tidak ada shalat, maka berarti tidak ada apa pun.” Suatu agama yang di dalamnya tidak ada shalat, itu bukanlah agama.

Apa yang dimaksud dengan shalat? Shalat ialah memaparkan kerendahan hati serta kelemahankelemahan di hadapan Allah Ta'ala. Dan memohon dariNya agar hajat-hajat dipenuhi. Kadang berdiri dengan menyatukan tangan untuk keagungan-Nya dan untuk mengamalkan perintah-perintah-Nya. Dan kadang dengan penuh kerendahan hati serta penghambaan menjatuhkan diri bersujud di hadapan-Nya. Lalu memanjatkan permohonan kepada-Nya. Itulah shalat.

Seperti seorang pengemis, kadang ia memuji-muji orang yang dimintanya bahwa: “Engkau adalah begini dan begini....” Pengemis tersebut menzahirkan kebesaran dan kemuliaan orang itu, lalu berusaha menarik belas kasih rahmatnya. Kemudian barulah dia meminta.

Jadi, suatu agama yang di dalamnya tidak terdapat hal ini, itu bukanlah agama. Manusia setiap saat butuh untuk terus memohon jalan-jalan keridhaan-Nya, serta meminta dari-Nya fadhal/karunia yang Dia miliki. Sebab, melalui karunia pemberian-Nya lah segala sesuatu dapat dilakukan.

Ya Allah, berikanlah taufik kepada kami agar kami menjadi milik Engkau, dan dapat membuat Engkau ridha dengan cara menerapkan hal-hal yang sesuai keridhaan Engkau.

Terus menerus mengaitkan hati dengan kecintaan Allah Ta'ala dan dengan rasa takut terhadap-Nya, serta terus menerus mengingat-Nya, itulah yang dinamakan shalat. Dan itulah agama.

Lalu, orang yang ingin meminta keringanan untuk tidak melakukan shalat, apa lagi selain itu yang telah ia lakukan lebih buruk dari binatang? Ia makan minum dan tidur seperti binatang. Itu sama sekali bukanlah agama. Itu merupakan gaya hidup orang-orang kafir. Bahkan sangat tepat dan sangat benar ungkapan yang mengatakan bahwa napas yang dilalui dengan ghafil (lalai) merupakan napas yang dilalui dengan kekufuran.[1] [2]

Nasihat Kepada Yang Baru Bai’at: Shalat dan Berdoa

Jadi, kerjakanlah oleh kalian shalat-shalat itu dengan tekun. Kerjakanlah oleh kalian perintah-perintah Allah Ta'ala. Selalulah jauhi larangan-larangan-Nya. Senantiasalah mengenang dan mengingat-Nya. Teruslah panjatkan rangkaian doa setiap waktu. Dimana saja ada kesempatan berdoa dalam shalat kalian -- ketika ruku’ dan sujud-- berdoalah. Dan tinggalkan cara-cara shalat yang penuh kelalaian. Shalat yang dilakukan hanya sebagai tradisi saja, tidaklah membawa buah apa pun, dan tidak pula layak untuk dikabulkan.

Shalat adalah yang dikerjakan dengan penuh khusu’ dan kesadaran kalbu, sejak berdiri sampai mengucapkan salam. Dan kerjakanlah shalat itu di hadapan Allah Ta'ala dengan kerendahan hati, penghambaan, dan dengan penuh keperihan, seakan-akan kalian sedang melihatNya. Jika hal itu tidak bisa diperoleh maka setidaktidaknya dengan keyakinan bahwa Dia itu sedang melihat kalian. Kerjakanlah shalat dengan penuh santun, dengan kecintaan, serta dengan rasa takut seperti itu.

Lihat, sekarang ini telah tiba zaman bagi kematiankematian yang ada di luar waktunya. Cobalah, apakah kalian pernah mendengar dari orang tua dan kakekkakek kalian bahwa dahulu pernah terjadi rangkaian kematian seperti ini? Malam hari orang tidur dalam keadaan sehat walafiat, sehabis pulang kerja keras, jalan ke sana ke mari, dan pagi harinya masih tertidur pulas dan tidak pernah bangun lagi. Sekarang, kematian yang melanda suatu keluarga, telah membuat keluargakeluarga lainnya habis dan kampung demi kampung menjadi kosong ditinggal mati penghuninya. Dan sekarang masih tidak diketahui bagaimana akhir (dari wabah Pes) ini. Tidak tahu, bagaimana kondisi yang akan datang hari ke hari.[3] [4]

Shalat di Belakang Orang Non Ahmadi

Seseorang bertanya: “Orang-orang yang bukan pengikut Tuan, mengapa Tuan melarang para pengikut Tuan untuk tidak shalat di belakang mereka?”

Hadhrat Masih Mau’uda.s. bersabda:

Orang-orang yang telah menolak Jemaat ini dengan prasangka buruk, yaitu Jemaat yang telah didirikan oleh Allah Ta'ala ini; dan mereka tidak peduli terhadap sekian banyak Tanda; serta tidak peduli terhadap musibahmusibah yang dialami oleh Islam, mereka adalah orang-orang yang tidak bertakwa.

Dan Allah Ta'ala berfirman di dalam Kalaam Suci-Nya:

... اِنَّمَا یَتَقَبَّلُ اللّٰہُ مِنَ الۡمُتَّقِیۡنَ ﴿۲۸﴾

“...Sesungguhnya Allah menerima dari orang-orang yang bertakwa” (QS.Al-Maidah, 5:28).

Allah Ta'ala hanya mengabulkan shalat orang-orang yang muttaqi. Oleh karena itu dikatakan, janganlah shalat di belakang orang-orang yang shalat mereka sendiri tidak mencapai derajat pengabulan.[5] [6]

Istighfar dan Tobat serta Shalat

Selalulah kalian istighfar, dan senantiasalah ingat maut. Tidak ada hal yang lebih hebat dari maut dalam hal menimbulkan kesadaran. Tatkala manusia kembali kepada Allah Ta'ala dengan hati yang benar, maka Allah Ta'ala melimpahkan fadhal (karunia)-Nya.

Pada saat manusia bertobat dengan sesungguh hati di hadapan Allah Ta'ala, maka pertama-tama Allah Ta'ala akan memaafkan dosanya, lalu Dia akan memulai suatu hisaab/perhitungan baru bagi hamba itu. Jika seseorang berbuat dosa sedikit saja kepada manusia, maka manusia itu membenci dan memusuhinya sepanjang hidup. Dan kalau pun ia menyatakan maaf secara lisan, tetapi tetap saja tatkala ia memperoleh kesempatan maka ia akan menzahirkan kebencian dan permusuhannya itu. Hanya Allah-lah yang apabila manusia datang kepada-Nya dengan hati yang benar maka Dia memaafkan dosa-dosa orang itu. Dan tobat itu Dia limpahi rahmat. Dia menurunkan fadhal (karunia) atas orang itu. Dan Dia memaafkan hukuman dosa itu.

Oleh karena itu, kalian pun hendaknya demikian. Yakni, jadikanlah diri kalian sebagai sesuatu yang bukan seperti sebelumnya. Lakukanlah shalat dengan sepenuh hati. Tuhan yang ada di sini, juga merupakan Tuhan yang ada di sana (di tempat kalian). Jangan pula begini, yakni selama masih berada di sini kalbu kalian dipenuhi oleh kesenduan dan oleh rasa takut terhadap Allah Ta'ala, tetapi ketika kalian kembali ke rumah kalian maka kalian menjadi tidak takut dan berani lagi. Jangan! Justru rasa takut terhadap Allah Ta'ala hendaknya senantiasa ada di dalam diri kalian.

Sebelum melakukan setiap pekerjaan, pikirkanlah, dan perhatikanlah, apakah dari itu Allah Ta'ala akan ridha atau murka? Shalat adalah sesuatu yang sangat penting, dan merupakan Mi’raj bagi orang mukmin. Sarana yang terbaik untuk memanjatkan doa adalah shalat. Shalat itu ditegakkan bukanlah supaya kalian melakukannya cepat-cepat, atau seperti ayam yang mematuk-matuk makanan. Banyak sekali orang yang mengerjakan shalat seperti itu. Dan banyak sekali orang yang baru mau mengerjakan shalat karena disuruh. Itu tidak ada artinya sedikit pun.

Shalat adalah tampil di hadapan Allah Ta'ala. Dan shalat itu merupakan bentuk utuh dari upaya-upaya untuk memohon maaf dan ampunan terhadap dosa-dosa. Orang yang menegerjakan shalat tanpa memperhatikan landasan dan tujuan ini, berarti shalatnya itu sama-sekali tidak sah.

Jadi, dirikanlah shalat dengan cara yang sangat baik. Apabila kalian berdiri, maka berdirilah dengan cara sedemikian rupa sehingga dari itu tergambar dengan jelas bahwa kalian berdiri tegak dan siap dalam ketaatan dan kesetiaan terhadap Allah Ta'ala. Apabila kalian tunduk, maka tunduklah sedemikian rupa sehingga dari itu dengan jelas diketahui bahwa kalbu kalian pun turut tunduk. Dan apabila kalian bersujud, maka lakukanlah seperti orang yang hatinya dipenuhi rasa takut. Dan berdoalah kalian di dalam shalat bagi (urusan) agama/ rohani dan dunia kalian.[7] [8]

Shalat Istikharah Sebelum Melakukan Perjalanan

Masih mengenai orang yang bertanya dan minta izin pergi ke Delhi, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: Lakukanlah istikharah oleh kalian. Istikharah dilakukan oleh orang-orang Islam, bukanlah memegang takhayul. Dikarenakan orang-orang Hindu terjerat dalam syirik dan sebagainya lalu mereka mengambil langkah sesuai syagun (melihat pertanda baik secara takhayul untuk mencari waktu yang tepat), oleh sebab itu warga Islam melarang hal-hal tersebut dan menetapkan penggunaan istikharah. Caranya adalah, dengan mengerjakan dua raka’at nafal. Di raka’at pertama bacalah:

قُلۡ یٰۤاَیُّہَا الۡکٰفِرُوۡنَ ۙ﴿۲﴾

“Qul yaa-ayyuhal kaafiruun...”

(QS. Al-Kaafirun, 109:2).

Pada raka’at kedua bacalah:

قُلۡ ہُوَ اللّٰہُ اَحَدٌ ۚ﴿۲﴾

“Qul Huwalloohu ahad...”

(QS. Al-Ikhlash, 112:2).

Lalu bacalah doa ini di dalam Tahiyyat:

“Ya Allah, aku memohon kebaikan melalui pengetahuan-Mu. Dan aku memohon kekuatan dari qudrat-Mu. Sebab, hanya bagi Engkau-lah segala qudrat/kekuasaan. Sedangkan aku tidak kuasa. Hanya bagi Engkau-lah segala pengetahuan, sedangkan aku tidak tahu sedikit pun. Hanya Engkau-lah yang mengetahui hal-hal terselubung. Ya Allah, jika engkau mengetahui bahwa hal ini baik bagiku, dari segi rohani mau pun dunia, maka tetapkanlah hal ini bagiku, dan mudahkanlah. Dan berikanlah berkat di dalamnya. Dan seandainya Engkau mengetahui bahwa hal ini buruk bagi rohani dan keduniaanku, maka hindarilah aku darinya.”

Dan seandainya hal itu baik baginya, maka Allah Ta'ala akan membukakan hatinya. Jika tidak baik, maka ada perasaan berat dalam hati.

Hati ini juga suatu benda yang menakjubkan. Tidak seperti halnya tangan, manusia dapat mengendalikan tangan. Bila saja dia mau, dia dapat menggerakkan tangan itu. Sedangkan hati tidak berada di dalam kendalinya seperti itu. Allah Ta'ala-lah yang memiliki kendali pada hati. Pada satu masa, hati itu menghendaki satu hal. Kemudian, tidak lama sesudah itu dia tidak menghendakinya lagi. Angin (yang bertiup menimbulkan kemauan hati) itu digerakkan oleh Allah Ta'ala. [9] [10]

Posting Komentar

0 Komentar